Perbandingan Pengelolaan Lingkungan pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Aplikasi Anorganik Chelated dengan Probiotik

Main Article Content

Iin Parlina
Nasirin Nasirin
Iif Miftahul Ihsan
Suharyadi Suharyadi
Affandi Syaputra
Sri Budiani
Muhammad Hanif

Abstract

Penggunaan probiotik untuk meningkatkan kualitas budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) telah banyak diterapkan pada tambak udang untuk membantu meningkatkan produktivitas tambak. Salah satu kelemahan probiotik adalah proses yang panjang dan tidak terukur dengan baik, karena mikroorganisme probiotik sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan bagaimana perlakuan selama aplikasi berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi alternatif untuk pengembangan aditif kelautan dalam kegiatan budidaya udang. Studi penggunaan dilakukan pada skala proyek percontohan dengan menggunakan 2 plastik beton bertulang berukuran 8m x 4m x 1m dengan volume 40m2. Untuk membandingkan perlakuan antara metode konvensional (Pond A sebagai kontrol) dan chelated agent (Pond B). Dalam perawatan menggunakan agen chelated, kolam dioperasikan tanpa proses sterilisasi. Konsentrasi Chelate yang digunakan adalah 300 ppm. Parameter kualitas air yang telah dipantau adalah suhu, salinitas, nitrit, nitrat, TOM, dan DO. Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa melalui proses operasi yang rumit, penambahan aditif kelautan chelate meningkatkan pertumbuhan udang vaname dibandingkan dengan yang konvensional. Kisaran kualitas air masih dalam kisaran yang wajar untuk kehidupan udang vaname.

Article Details

Section
RESEARCH ARTICLES
Author Biographies

Iin Parlina, Pusat Teknologi Lingkungan

Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan

Iif Miftahul Ihsan, Pusat Teknologi Lingkungan

Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan

Muhammad Hanif, Pusat Teknologi Lingkungan

Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan

References

Adiwijaya. (2003). Budidaya udang vaname (litopenaeus vannamei ). Sistem Tertutup Yang Ramah Lingkungan. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara, 29 hlm

Gatesoupe, F.J. (1999). The use of probiotics in aquaculture. Aquaculture, 180: 147-165.

Verschuere, L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., dan Verstraete, w. (2000). Probiotik bacterial as biological control agents in aquaculture. Microbial Mol. Biol.Rev., 64(4): 655-671.

Irianto,A. (2003). Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 125 hlm.

Gunarto, Tangko, A.M, Tampangallo, B.R. dan Muliani. (2006). Budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan penambahan probiotik. J. Ris. Akuakultur, 1(3): 303-313.

Gunarto dan Hendrajat, E.A. (2008). Budidaya udang vanamei, Litopenaeus vannamei pada pola semi intensif dengan aplikasi beberapa probiotik komersial. J. Ris Akuakultur 3(3):339-349.

Khasani, I. (2007). Aplikasi probiotik menuju sistem budidaya berkelanjutan. Media Akuakultur, 2(2): 86-90.

Austin , B. dan Austin, D.A. (1999). Bacterial fish pathogens, Dieses of Farmed and Wild Fish, 3 rd ed. Spriger-Praxis, Godman, p 263-296

Royce, W.F. (1972). Introduction to the practice of fishery science.XI Academic Press Inc. New York, San Fransisco. London, 428 pp.

Jaunce, K. dan Ross, B., (1982). A guide to tilapia feeds and feeding.Institute of Aquaculture. University of Stirling. Scotland. 111p.

Briggs, M., S. Funge-Smith, R. Subasinghe and M. Philips, (2004). Introductions and movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific. FAO Regional Office for Asia and the Pacific. Bangkok.

Suprapto. (2008). Manajemen Kualitas Air dan Dasar Tambak dalam Budidaya Udang. Posiding Pelatihan Dasar-dasar Budidaya Udang untuk “Second Generation†tanggal 25 – 26 Januari 2008. Surabaya. Litbang Kerjasama dengan Tirta Group Bandar Lampung, 7 – 25 hlm.

Arifin Z; C. Kokarkin & T.P. Priyoutomo. (2007). Penerapan Best Management Practices (BMP) Pada Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif. Juknis. Departemen Kelautan dan Perikanan. Ditjen.Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara. 68 halm.

Anonymous. (2015). Katalog Standar Nasional Indonesia (SNI) Budidaya Air Payau Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 312 hlm

Wang, W.Gu W. Ding Z. Ren Y. Chen J. and Hou Y. (2004). A novel Spiroplasma pathogen causing systemic infection in the crayfish Procambarus clarkii (Crustacea: Decapod), in China. FEMS Microbiol. Let, 249, 131-137. http://dx.doi.org/10.1016/j.femsle.2005.06.005

Gunalan, B.,Soundarapandian P. Kumaran R. Anand T. and Kotiya A. S. (2011). First report on White Spot Syndrome Virus (WSSV) infection in white leg shrimp Litopenaeus vannamei (Crustacea, Penaeidae) under semi intensive culture condition in India. AACL Bioflux, 4(3), 301-305 hlm.

Parker, J. C. Conte F. S. Macgrath W. S. and Miller P. W. (1974). An intensive culture systemfor Penaeid shrimp. Proc. World Maricult. Soc,5, 65-79. http://dx.doi.org/10.1111/j.1749-7345.1974.tb00179.x

Samocha, T. M. Lawrence A. L. and Poose D. (1998). Growth and survival of juvenile Penaeus vannameiin low salinity water in a semi-closed recirculating system. Israli. J. Aquacul. Bamidgeh,50 (2), 55-59.

Boyd, C.E. (1993). Shrimp pond bottom soil and sediment management. Proceeding of the special session on shrimp farming. Wyban, J (ed). World Aquac.Soc.43-58.

Mangampa, M., dan Burhanuddin. (2014). Uji Lapang Teknologi Polikultur Udang Windu (Penaeus Monodon Fabr.), Ikan Bandeng (Chanos Chanos Forskal) Dan Rumput Laut (Gracilaria Verrucosa) Di Tambak Desa Borimasunggu Kabupaten Maros. Jurnal Saintek Perikanan. Vol (10)1. 30-36 hlm.

Nurjanah. (2009). Analisis Prospek Budidaya Tambak di Kabupaten Brebes. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. 88 hlm.

Durai V , B. Gunalan, P. Micheal Johnson , M. L. Maheswaran , M. Pravinkumar. (2015). Effect on white gut and white feces disease in semi intensive Litopenaeus vannamei shrimp culture system in south Indian state of Tamilnadu. International Journal of Marine Science, Vol.5, No.14 1-5 (doi: 10.5376/ijms.2015.05.0014)

Browdy, C.L., D. Bratvold, A.D. Stokes & R.P. McIntosh. (2001). Perspectives on the application of closed shrimp culture system. P. 20-34. In: C.L. Browdy & J.E. Jory (Eds). The new wave, Proceeding of the special session on sustainable shrimp culture. Aquaculture 2001, The WAS, Louisiana

Funge-Smith, A.J. & M.R.P. Briggs. (1998). Nutrient budgets in intensive shrimp pond: Implication on sustainability. Aquaculture, 164: 117-133.

Naylor, R.L., Goldburg, R.J., Mooney, H., Beveridge, M., Clay, J., Folke, C., Kautsky, N.,Lubchenco, J., Primavera, J., Williams, M. (1998). Nature’s subsidies to shrimp and salmon farming. Science 282, 883– 884 hlm.

Garno Yudi S. (2004). Pengembangan Budidaya Udang dan Potensi Pencemarannya Pada Perairan Pesisir. Jurnal Teknologi Lingkungan.P3TL-BBPT.5(3):187-192.

Burford, M. A., K.C. Williams. (2001). The fate of nitrogenous waste from shrimp feeding. Aquaculture 198, 79-93 hlm

Millamena, O. M., A. T. Trino. (1997). Low-cost feed for Penaeus monodon reared in tanks, under semi-intensive and intensive conditions in brackishwater pond. Aquaculture 154, 69-78.

Jackson, C., N. Preston., P. J. Thompson., and M. Burford. (2003). Nitrogen budget and effluent nitrogen components at an intensive shrimp farm. Aquaculture 218, 397-411.

Sudarmi. (2014). Pentingnya unsur hara mikro bagi pertumbuhan tanaman. Widyatama. 22 (2)

Engle, C.R. (2017). Economic of sustainable intensification of aquaculture: evidence from shrimp farm in Vietnam and Thailand. Journal of the World Aquaculture society. 48(2): 227-239.

FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations. (2016). Sustainable intensification of aquaculture in the Asia-Pacific region. Documentation of successful practices. W. Miao and K.K. Lal. Editors. FAO, Bangkok, Thailand.

Haris, E. (2007). Terobosan Baru dalam Produksi Udang yang Berkelanjutan dan Aman. Makalah Presentasi Konferensi Aquaculture Indonesia.Surabaya, 5-7 Juni 2007. Masy. Akuakultur Indonesia. 7 hal

Most read articles by the same author(s)

> >>